Metode Audiolingual (Ath-Thariqah As-Sam’iyah Asy-Syafawiyyah/Audiolingual Method)
A. Pengertian Metode Audiolingual
Metode
Audiolingual merupakan sebuah metode yang pelaksanaannya terfokus pada kegiatan
latihan (drill/tadribat), menghafal kosa kata, dialog, teks bacaan. Adapun
dalam praktiknya siswa diajak belajar (dalam hal ini bahasa Inggris secara
langsung) tanpa harus mendatangkan native language[1].
Dasar dan prosedur pengajaran dalam metode ini juga banyak diambil dari metode
yang telah ada sebelumnya yaitu metode langsung (Direct Method). Selain itu,
tujuan Audiolingual pun juga tidak berbeda dengan Direct Method yaitu untuk
menciptakan kompetensi komunikatif dalam diri siswa. Sebagaimana diketahui,
pengucapan (pronunciation), susunan serta aspek-aspek lain antara bahasa asing
dan bahasa ibu sangatlah berbeda. Oleh karenanya, dalam pembelajaran bahasa
asing (dalam hal ini bahasa Arab) para siswa diharuskan mengucapkan dan atau
membaca berulang-ulang kata demi kata yang diberikan oleh guru agar sebisa
mungkin tidak terpengaruh dengan bahasa ibu.
B. Ciri-Ciri Metode Audiolingual
Metode
Audiolingual – yang juga dikenal sebagai Aural-Oral, Keterampilan Fungsional,
New Key, atau Metode Amerika dalam pengajaran bahasa – diterima dan
diperlakukan sebagai pendekatan “ilmiah” bagi pengajaran-pengajaran bahasa.
Dalam bukunya yang berjudul Language Teaching: A Scientific Approach, Lado
(1964) mengemukan “hukum-hukum empiris mengenai pembelajaran” berikut ini
sebagai dasar bagi metodologi audiolingual[2]:
1.
Hukum
dasar hubungan yang menyatakan bahwa apabila dua pengalaman terjadi
bersama-bersama, kemunculan yang satu akan mengingatkan kita kembali kepada
yang satu lagi
2.
Hukum
latihan yang mengemukakan dengan tegas bahwa semakin sering suatu responsi
dipraktikkan, semakin baik pula hal itu dipelajari dan semakin lama diingat
3.
Hukum
intensitas yang menyatakan bahwa semakin intensif suatu responsi dipraktikkan,
semakin mantap hal itu dipelajari dan semakin lama pula akan diingat
4.
Hukum
asimilasi yang menyatakan bahwa setiap kondisi yang baru terangsang justru
cenderung menimbulkan responsi yang sama dengan yang telah ditimbulkan oleh
kondisi yang sama pada masa lalu
5.
Hukum
pengaruh yang menyatakan bahwa apabila suatu responsi disertai atau diikuti
oleh peristiwa yang memuaskan, responsi itu semakin diperkuat, semakin
terterima. Apabila suatu responsi diikuti oleh peristiwa yang menjengkelkan,
responsi itu justru dihindarkan, tidak terterima.
Ciri-ciri Metode
Audiolingual yang dikemukakan oleh dua orang pakar pengajaran bahasa
(Finocchiaro & Brumfit, 1983 : 91-3) seperti berikut ini[3]:
1.
Lebih
mementingkan struktur dan bentuk daripada makna
2.
Menurut
memorisasi dialog-dialog yang berdasarkan struktur
3.
Butir-butir
bahasa tidak perlu dikontekstualisasikan
4.
Pembelajaran
bahasa adalah pembelajaran struktur, bunyi, atau kata
5.
Penguasaan,
atau pembelajaran berlebih-lebihan memang dianjurkan
6.
Latihan
runtun merupakan teknik utama
7.
Ucapan
yang mendekati petutur asli sangat sangat diidamkan
8.
Penjelasan
gramatikal sangat dihindarkan
9.
Kegiatan-kegiatan
komunikatif baru dimunculkan sesudah mengalami proses latihan runtun dan
latihan keras lainnya secara agak lama
10.
Penggunaan
bahasa ibu siswa sangat terlarang
11.
Terjemahan
dilarang pada tahap-tahap awal
12.
Membaca
dan menulis ditunda sampai keterampilan berbicara dikuasai
13.
Sistem
linguistik bahasa sasaran akan dipelajari melalui pengajaran pola-pola sistem
yang jelas secara lahiriah
14.
Kompetensi
linguistik merupakan tujuan yang ingin dicapai
15.
Varietas
unit-unit hanya ditentukan dengan prinsip-prinsip kerumitan linguistik
16.
Urutan
unit-unit hanya ditentukan dengan prinsip-prinsip kerumitan linguistik
17.
Guru
mengontrol para pembelajar dan mencegah mereka dari perbuatan yang bertentangan
dengan teori
18.
“Bahasa
adalah kebiasaan”, jadi kesalahan harus dicegah dengan segala upaya
19.
Ketepatan,
akurasi, dalam pengertian kebenaran formal, merupakan tujuan utama
20.
Para
siswa diharapkan berinteraksi dengan sistem bahasa, yang terwujud dalam
organisasi atau materi yang terkontrol
21.
Guru
diharapkan menentukan bahasa yang dipakai oleh para siswa
22.
Motivasi
intrinsik akan muncul dari minat/perhatian pada struktur bahasa
Secara singkat
ciri-ciri penggunaan Metode Audiolingual adalah sebagai berikut[4]:
1.
Metode
ini berangkat dari gambaran bahwa bahasa adalah seperangkat simbol-simbol suara
yang dikenal oleh anggota masyarakat untuk mengadakan komunikasi di antara
mereka. Maka tujuan pokok pengajaran bahasa Arab adalah memberi bekal kemampuan
bagi selain penutur Arab agar mampu berkomunikasi aktif dengan penutur Arab
dengan berbagai keterampilan dan dalam berbagai situasi
2.
Guru
dalam mengajarkan keterampilan bahasa mengikuti urutan asli pemerolehan bahasa
pertama yaitu dari keterampilan mendengar dahulu kemudian menirukan pembicaraan
orang-orang sekitar dan mengucapkan kata-kata, membaca dan terakhir menulisnya.
Jadi urutan empat keterampilan bahasa menurut metode ini adalah dimulai dari
istima’, kalam, qira’ah dan kitabah
3.
Metode
ini didasarkan pada pandangan Ahli Antropologi kebudayaan. Bahwasannya budaya
bukanlah sekedar bentu seni atau sastra akan tetapi budaya merupakan gaya hidup
yang melingkupi kehidupan suatu kelompok yang berbicara dengan bahasa mereka.
Oleh sebab itu mengajarkan bentuk-bentuk budaya Arab adalah hal yang lazim di
tengah-tengah pengajaran bahasa. Menurut metode ini sesungguhnya suatu yang
sangat mungkin mengungkapkan bentuk-bentuk budaya di tengah-tengah percaapan
yang disajikan dalam setiap pelajaran, maka secara alami percakapan berlangsung
seputar kebiasaan hidup yang melingkupi manusia seperti tentang makan,
menyampaikan ucapan selamat, bepergian, pernikahan, dan berbagai bentuk-bentuk
kebudayaan.
C. Langkah-langkah Pengguanaan
Metode Audiolingual
Terlihat bahwa
metode audiolingual pada dasarnya tidak hanya menekankan latihan dan pembiasaan
para pelajar untuk membentuk kecakapan berbahasa, tetapi juga kecermatan pengajar
dalam membimbing mereka sangat diperhatikan. Oleh sebab itu, untuk mencapai
tujuan yang diharapkan, diperlukan langkah-langkah yang dianggap cocok.
Misalnya saja langkah yang dipilih adalah sebagai berikut[5]:
a.
Pendahuluan,
memuat berbagai hal yang berkaitan dengan materi yang akan disajikan baik
berupa apersepsi, atau tes awal tentang materi, atau yang lainnya
b.
Penyajian
dialog/bacaan pendek yang dibacakan oleh guru berulang kali, sedangkan pelajar
menyimaknya tanpa melihat pada teksnya
c.
Peniruan
dan penghapalan dialog/bacaan pendek dengan teknik meniru setiap kalimat secara
serentak dan menghaalkannya. Dalam pengajaran bahasa, teknik ini dikenal dengan
teknik “peniruan-penghapalan” (mimicry-memorization technique/ uslub
al-muhakah wal-hifzh)
d.
Penyajian
pola-pola kalimat yang terdapat dalam dialog/bacaan pendek yang dianggap sulit
karena terdapat struktur atau ungkapan-ungkapan yang sulit. Hal ini bisa
dikembangkan dengan drill (dengan teknik ini dilatih struktur dan kosa kata).
Contohnya sebagai berikut:
·
Drill
yang mengganti satu unsur (al-tadrib al-namthi):
Guru : S1 أنا تلميذ
Pelajar : R1 أنا تلميذ
Guru : (memberi penguatan dan rangsangan
baru): S2
صحيح،... نحن...!
Pelajar : R2 نحن تلاميذ
dan seterusnya.
·
Drill
tanya jawab (tadrib al-su’al wa al-jawab):
Guru : S1 يكتب أحمد الدرس في الفصل
Guru : S2 ماذا يعمل أحمد ؟
Pelajar : R1 يكتب الدرس
Guru : (memberi penguatan dan rangsangan
baru): S3 صحيح،... و أين يكتب أحمد ؟
Pelajar : R2 في الفصل
dan seterusnya.
·
Drill
menyatukan kalimat (tadrib tamzij al-jumal):
Guru : S1
"إبراهيم لا يذهب إلى المدرسة"،
"هو مريض"--- (لأن)
Pelajar : R1
إبراهيم لا يذهب إلى المدرسة لأنه
هو مريض
Guru : S2
"إبراهيم
مريض"،"إبراهيم يقرأ الكتاب في بيته"--- (لكن)
Pelajar : R2
إبراهيم مريض، لكنه إبراهيم يقرأ الكتاب في بيته
e.
Dramatisasi
dari dialog/bacaan yang sudah dilatihkan di atas. Pelajar yang sudah hapal
disuruh mempergunakannya di muka kelas
f.
Pembentukan
kalimat-kalimat lain yang sesuai dengan pola-pola kalimat yang sudah dilatihkan
g.
Penutupan
(jika diperlukan) misalnya dengan memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah.
Dalam hal ini pelajar disuruh berlatih kembali dalam menggunakan pola-pola yang
sudah dipelajarinya di sekolah.
D. Kelebihan dan Kelemahan Metode
Audiolingual
Kelebihan :
a.
Memberi
banyak latihan dan praktik dalam aspek
keterampilan menyimak dan berbicara
b.
Para
siswa menguasai pelafalan dengan baik
c.
Para
siswa terampil dalam membuat pola pola kalimat seperti yang telah dilatihkan
d.
Dapat
diterapkan pada kelas-kelas yang sedang
e.
Sesuai
bagi tingkatan linguistik para siswa.
Kekurangan :
a.
Sangat
membutuhkan guru yang terampil dan cekatan
b.
Ulangan
seringkali membosankan serta menghambat penghipotesisan kaidah-kaidah bahasa
c.
Kurang
sekali memberi perhatian pada ujaraan/tuturan spontan,karena para siswa dilatih
merespon secara mekanistis sebagai respon dari stimulus.
[2] Henri Guntur
Tarigan, Metodologi Pengajajaran Bahasa, Angkasa, Bandung, 2009, hal
113-114
[3] Henri Guntur
Tarigan, Metodologi Pengajajaran Bahasa, Angkasa, Bandung, 2009, hal 117
[4] Bisri Mustofa
dan Muhammad Abdul Hamid, Metode dan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab,
UIN Maliki Press, Malang, 2012, hal 47-48
[5] Acep Hermawan,
Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2014,
hlm 189-190
Tidak ada komentar:
Posting Komentar