Senin, 02 Januari 2017

Thariqatu At-Tadris

Metode Audiolingual (Ath-Thariqah As-Sam’iyah Asy-Syafawiyyah/Audiolingual Method)

A.     Pengertian Metode Audiolingual
Metode Audiolingual merupakan sebuah metode yang pelaksanaannya terfokus pada kegiatan latihan (drill/tadribat), menghafal kosa kata, dialog, teks bacaan. Adapun dalam praktiknya siswa diajak belajar (dalam hal ini bahasa Inggris secara langsung) tanpa harus mendatangkan native language[1]. Dasar dan prosedur pengajaran dalam metode ini juga banyak diambil dari metode yang telah ada sebelumnya yaitu metode langsung (Direct Method). Selain itu, tujuan Audiolingual pun juga tidak berbeda dengan Direct Method yaitu untuk menciptakan kompetensi komunikatif dalam diri siswa. Sebagaimana diketahui, pengucapan (pronunciation), susunan serta aspek-aspek lain antara bahasa asing dan bahasa ibu sangatlah berbeda. Oleh karenanya, dalam pembelajaran bahasa asing (dalam hal ini bahasa Arab) para siswa diharuskan mengucapkan dan atau membaca berulang-ulang kata demi kata yang diberikan oleh guru agar sebisa mungkin tidak terpengaruh dengan bahasa ibu.
B.     Ciri-Ciri Metode Audiolingual
Metode Audiolingual – yang juga dikenal sebagai Aural-Oral, Keterampilan Fungsional, New Key, atau Metode Amerika dalam pengajaran bahasa – diterima dan diperlakukan sebagai pendekatan “ilmiah” bagi pengajaran-pengajaran bahasa. Dalam bukunya yang berjudul Language Teaching: A Scientific Approach, Lado (1964) mengemukan “hukum-hukum empiris mengenai pembelajaran” berikut ini sebagai dasar bagi metodologi audiolingual[2]:
1.      Hukum dasar hubungan yang menyatakan bahwa apabila dua pengalaman terjadi bersama-bersama, kemunculan yang satu akan mengingatkan kita kembali kepada yang satu lagi
2.      Hukum latihan yang mengemukakan dengan tegas bahwa semakin sering suatu responsi dipraktikkan, semakin baik pula hal itu dipelajari dan semakin lama diingat
3.      Hukum intensitas yang menyatakan bahwa semakin intensif suatu responsi dipraktikkan, semakin mantap hal itu dipelajari dan semakin lama pula akan diingat
4.      Hukum asimilasi yang menyatakan bahwa setiap kondisi yang baru terangsang justru cenderung menimbulkan responsi yang sama dengan yang telah ditimbulkan oleh kondisi yang sama pada masa lalu
5.      Hukum pengaruh yang menyatakan bahwa apabila suatu responsi disertai atau diikuti oleh peristiwa yang memuaskan, responsi itu semakin diperkuat, semakin terterima. Apabila suatu responsi diikuti oleh peristiwa yang menjengkelkan, responsi itu justru dihindarkan, tidak terterima.
Ciri-ciri Metode Audiolingual yang dikemukakan oleh dua orang pakar pengajaran bahasa (Finocchiaro & Brumfit, 1983 : 91-3) seperti berikut ini[3]:
1.      Lebih mementingkan struktur dan bentuk daripada makna
2.      Menurut memorisasi dialog-dialog yang berdasarkan struktur
3.      Butir-butir bahasa tidak perlu dikontekstualisasikan
4.      Pembelajaran bahasa adalah pembelajaran struktur, bunyi, atau kata
5.      Penguasaan, atau pembelajaran berlebih-lebihan memang dianjurkan
6.      Latihan runtun merupakan teknik utama
7.      Ucapan yang mendekati petutur asli sangat sangat diidamkan
8.      Penjelasan gramatikal sangat dihindarkan
9.      Kegiatan-kegiatan komunikatif baru dimunculkan sesudah mengalami proses latihan runtun dan latihan keras lainnya secara agak lama
10.  Penggunaan bahasa ibu siswa sangat terlarang
11.  Terjemahan dilarang pada tahap-tahap awal
12.  Membaca dan menulis ditunda sampai keterampilan berbicara dikuasai
13.  Sistem linguistik bahasa sasaran akan dipelajari melalui pengajaran pola-pola sistem yang jelas secara lahiriah
14.  Kompetensi linguistik merupakan tujuan yang ingin dicapai
15.  Varietas unit-unit hanya ditentukan dengan prinsip-prinsip kerumitan linguistik
16.  Urutan unit-unit hanya ditentukan dengan prinsip-prinsip kerumitan linguistik
17.  Guru mengontrol para pembelajar dan mencegah mereka dari perbuatan yang bertentangan dengan teori
18.  “Bahasa adalah kebiasaan”, jadi kesalahan harus dicegah dengan segala upaya
19.  Ketepatan, akurasi, dalam pengertian kebenaran formal, merupakan tujuan utama
20.  Para siswa diharapkan berinteraksi dengan sistem bahasa, yang terwujud dalam organisasi atau materi yang terkontrol
21.  Guru diharapkan menentukan bahasa yang dipakai oleh para siswa
22.  Motivasi intrinsik akan muncul dari minat/perhatian pada struktur bahasa
Secara singkat ciri-ciri penggunaan Metode Audiolingual adalah sebagai berikut[4]:
1.        Metode ini berangkat dari gambaran bahwa bahasa adalah seperangkat simbol-simbol suara yang dikenal oleh anggota masyarakat untuk mengadakan komunikasi di antara mereka. Maka tujuan pokok pengajaran bahasa Arab adalah memberi bekal kemampuan bagi selain penutur Arab agar mampu berkomunikasi aktif dengan penutur Arab dengan berbagai keterampilan dan dalam berbagai situasi
2.        Guru dalam mengajarkan keterampilan bahasa mengikuti urutan asli pemerolehan bahasa pertama yaitu dari keterampilan mendengar dahulu kemudian menirukan pembicaraan orang-orang sekitar dan mengucapkan kata-kata, membaca dan terakhir menulisnya. Jadi urutan empat keterampilan bahasa menurut metode ini adalah dimulai dari istima’, kalam, qira’ah dan kitabah
3.        Metode ini didasarkan pada pandangan Ahli Antropologi kebudayaan. Bahwasannya budaya bukanlah sekedar bentu seni atau sastra akan tetapi budaya merupakan gaya hidup yang melingkupi kehidupan suatu kelompok yang berbicara dengan bahasa mereka. Oleh sebab itu mengajarkan bentuk-bentuk budaya Arab adalah hal yang lazim di tengah-tengah pengajaran bahasa. Menurut metode ini sesungguhnya suatu yang sangat mungkin mengungkapkan bentuk-bentuk budaya di tengah-tengah percaapan yang disajikan dalam setiap pelajaran, maka secara alami percakapan berlangsung seputar kebiasaan hidup yang melingkupi manusia seperti tentang makan, menyampaikan ucapan selamat, bepergian, pernikahan, dan berbagai bentuk-bentuk kebudayaan.
C.     Langkah-langkah Pengguanaan Metode Audiolingual
Terlihat bahwa metode audiolingual pada dasarnya tidak hanya menekankan latihan dan pembiasaan para pelajar untuk membentuk kecakapan berbahasa, tetapi juga kecermatan pengajar dalam membimbing mereka sangat diperhatikan. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan yang diharapkan, diperlukan langkah-langkah yang dianggap cocok. Misalnya saja langkah yang dipilih adalah sebagai berikut[5]:
a.       Pendahuluan, memuat berbagai hal yang berkaitan dengan materi yang akan disajikan baik berupa apersepsi, atau tes awal tentang materi, atau yang lainnya
b.      Penyajian dialog/bacaan pendek yang dibacakan oleh guru berulang kali, sedangkan pelajar menyimaknya tanpa melihat pada teksnya
c.       Peniruan dan penghapalan dialog/bacaan pendek dengan teknik meniru setiap kalimat secara serentak dan menghaalkannya. Dalam pengajaran bahasa, teknik ini dikenal dengan teknik “peniruan-penghapalan” (mimicry-memorization technique/ uslub al-muhakah wal-hifzh)
d.      Penyajian pola-pola kalimat yang terdapat dalam dialog/bacaan pendek yang dianggap sulit karena terdapat struktur atau ungkapan-ungkapan yang sulit. Hal ini bisa dikembangkan dengan drill (dengan teknik ini dilatih struktur dan kosa kata). Contohnya sebagai berikut:
·         Drill yang mengganti satu unsur (al-tadrib al-namthi):
Guru            : S1                                                                                  أنا تلميذ
Pelajar         : R1                                                                                          أنا تلميذ
Guru            : (memberi penguatan dan rangsangan baru): S2
صحيح،... نحن...!
Pelajar         : R2                                                                               نحن تلاميذ
dan seterusnya.
·         Drill tanya jawab (tadrib al-su’al wa al-jawab):
Guru            : S1                                                       يكتب أحمد الدرس في الفصل
Guru            : S2                                                                                              ماذا يعمل أحمد ؟
Pelajar         : R1                                                                                                                 يكتب الدرس   
Guru            : (memberi penguatan dan rangsangan baru): S3                                                                                                                     صحيح،... و أين يكتب أحمد ؟  
Pelajar         : R2                                                                               في الفصل
dan seterusnya.
·         Drill menyatukan kalimat (tadrib tamzij al-jumal):
Guru            : S1
"إبراهيم لا يذهب إلى المدرسة"، "هو مريض"--- (لأن)
Pelajar         : R1
إبراهيم لا يذهب إلى المدرسة لأنه هو مريض
Guru            : S2
"إبراهيم مريض"،"إبراهيم يقرأ الكتاب في بيته"--- (لكن)
Pelajar         : R2
إبراهيم مريض، لكنه إبراهيم يقرأ الكتاب في بيته
e.       Dramatisasi dari dialog/bacaan yang sudah dilatihkan di atas. Pelajar yang sudah hapal disuruh mempergunakannya di muka kelas
f.       Pembentukan kalimat-kalimat lain yang sesuai dengan pola-pola kalimat yang sudah dilatihkan
g.      Penutupan (jika diperlukan) misalnya dengan memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah. Dalam hal ini pelajar disuruh berlatih kembali dalam menggunakan pola-pola yang sudah dipelajarinya di sekolah.
D.    Kelebihan dan Kelemahan Metode Audiolingual
Kelebihan :
a.    Memberi banyak  latihan dan praktik dalam aspek keterampilan menyimak dan berbicara
b.    Para siswa menguasai pelafalan dengan baik
c.    Para siswa terampil dalam membuat pola pola kalimat seperti yang telah dilatihkan
d.   Dapat diterapkan pada kelas-kelas yang sedang
e.    Sesuai bagi tingkatan linguistik para siswa.
Kekurangan :
a.    Sangat membutuhkan guru yang terampil dan cekatan
b.    Ulangan seringkali membosankan serta menghambat penghipotesisan kaidah-kaidah bahasa
c.    Kurang sekali memberi perhatian pada ujaraan/tuturan spontan,karena para siswa dilatih merespon secara mekanistis sebagai respon dari stimulus.




[1] Jill Kreper Mora, Second-Language Teaching Method (http://www.edweb.sdsu.edu, diakses pada tanggal 23 November 2015)
[2] Henri Guntur Tarigan, Metodologi Pengajajaran Bahasa, Angkasa, Bandung, 2009, hal 113-114
[3] Henri Guntur Tarigan, Metodologi Pengajajaran Bahasa, Angkasa, Bandung, 2009, hal 117
[4] Bisri Mustofa dan Muhammad Abdul Hamid, Metode dan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab, UIN Maliki Press, Malang, 2012, hal 47-48
[5] Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2014, hlm 189-190

Tidak ada komentar:

Posting Komentar